Australia dan Terorisme

Australia sebagaimana diketahui pada umumnya, merupakan Negara dengan orientasi politik luar negeri yang cenderung lebih mengutamakan bidang pertahanan dan keamanan. Secara kasar Australia dapat dikatakan Negara yang selalu memiliki rasa tidak aman pada wilayahnya sehingga menempatkan bidang keamanan menjadi suatu hal yang prioritas. Hal ini dapat dilihat bagaimana hubungan antara Australia dan Amerika Serikat dalam bidang pertahanan keamanan yang dibentuk melalui ANZUS (The Australia, New Zealand, United States Security Treaty) pada 1951 dimana pada saat itu Australia diserang oleh musuh dari luar untuk pertama kalinya saat perang dunia kedua. Hingga sekarang ANZUS masih bertahan sebagai aliansi keamanan dan menunjukkan bahwa kebutuhan Australia akan keamanan wilayah sangat tinggi sehingga membutuhkan suatu kekuatan besar untuk melindungi wilayahnya.

Melihat bagaimana isu kemanan merupakan hal yang penting bagi Australia dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana isu mengenai terorisme mempengaruhi kebijakan keamanan Australia. Isu terorisme sebetulnya sudah muncul di Australia sejak tahun 1970an jauh sebelum dideklarasikannya war on terrorism oleh George W. Bush pada tahun 2001, namun pendefinisian mengenai terorisme sendiri di Australia baru pada tahun 1995 melalui The Criminal Code Act 1995. Definisi mengenai terorisme itu sendiri yaitu suatu tindakan atau ancaman yang meyebabkan timbulnya suatu gangguan atau bahaya dan aksi atau ancaman tesebut dilakukan atas latar belakang politik, agama, atau ideologi[1]. Tragedi terorisme pertama kali yang melanda Australia adalah pada tahun 1978 saat adanya pengeboman yang disebut Sidney Hilton Bombing. Salah satu dampak politis setelah kejadian itu adalah pembentukan specialist counter-terrorist assault force Australia pada tahun 1979[2]. Menteri pertahanan Australia saat itu Jim Killen menyampaikan bahwa “Kelompok teroris internasional modern sangat berdedikasi dan terlatih, bersedia menghabiskan tahun dalam persiapan teliti untuk insiden teroris dan mampu menyerang tanpa peringatan,  hal tersebut telah menunjukkan bahwa kapasitas untuk terorisme di luar kemampuan respon normal standar kepolisian dan unit militer”. Selain itu pemerintah Australia pada masa itu sadar bahwa negara-negara seperti AS, Inggris, Jerman, dan Belanda telah memiliki satuan anti teror dan menunjukan Australia masih cukup tertinggal dalam hal keamanan sehingga sangat penting bagi Australia untuk memiliki kemampuan yang sama dalam hal penanggulangan teror. Setelah kejadian terorisme pertama kali di Australia tersebut Pemerintah Australia menerapkan Three Level System[3] untuk mengidentifikasikan di level apa kondisi keamanan terkait isu terorisme. Terdapat tiga level dalam identifikasi level terorisme yang terjadi Australia yaitu Low, Medium, dan High. Pada perkembangannya saat ini terdapat 4 level dengan penambahan level Extreme pada tahun 2003 bersamaan dengan diluncurkannya The National Terrorism Public Alert (NTPA). NTPA adalah sarana informasi publik untuk menginformasikan tingkat kewaspadaan akan terorisme untuk meminimalisir resiko yang dapat terjadi. Level low adalah ketika kondisi mengenai isu terorisme tidak terdeteksi atau dianggap tidak ada potensi ancaman mengenai terorisme, medium adalah kondisi ketika serangan teroris dapat terjadi sewaktu-waktu, high adalah kondisi dimana ada kemungkinan terjadi kasus ancaman terorisme dan level extreme adalah ketika kondisi ancaman sudah dekat atau bahkan sudah terjadi[4]. Australia memandang isu kemanan sangat penting dan terlihat bagaimana isu terorisme yang masih berupa kemungkinan menjadi ancaman level tinggi (high). Publik pun dapat melihat kondisi mengenai isu terorisme melalui website nationalsecurity.gov.au yang secara sepintas dapat terlihat apakah Australia berada dalam ancaman terorisme atau tidak. Perubahan level didasarkan pada informasi yang berasal dari intelijen, serta kejadian terorisme di tingkat lokal ataupun internasional yang berpotensi mengancam Australia, melalui Perdana Menteri atau perwakilannya status akan diubah ketika diperlukan dan hal tersebut bersifat nasional[5].

Isu terorisme global yang muncul melalui kampanye War on Terrorism yang dilakukan oleh AS pasca tragedi 11 September memiliki dampak yang cukup besar terhadap kebijakan keamanan Australia terkait isu terorisme. Sejak saat itu pemerintah Australia memiliki pandangan yang jauh kedepan akan isu ini. Sangat jauh jika dibandingkan dengan perubahan kebijakan setelah kejadian terorisme yang terjadi pada tahun 1978. Australia pada tahun 2004 melalui situs Departemen Luar Negeri dan Perdagangan memperkenalkan konsep dimana Australia menghadapi kemungkinan Modern Terrorism yang bersifat transnasional. Kemungkinan yang dapat dihadapi adalah terorisme dengan kemungkinan penggunaan bahan kimia, senjata biologis, radioaktif, serta senjata nuklir[6]. Hal tersebut merupakan arah kebijakan strategis AS sebagai mitra kerjasama Australia. Konsep antisipasi serangan terorisme transnasional oleh Australia  mengindikasikan bahwa untuk mengantisipasi serangan terorisme yang bersifat transnasional yang pada dasarnya merupakan serangan yang bisa muncul sewaktu-waktu tanpa peringatan, Australia harus memiliki cakupan dalam bidang keamanan yang luas seperti isu penyelundupan manusia dan kejahatan terorganisir lainnya melalui penambahan kapasitas intelijen untuk memperkuat pertahanan negara dalam hal kejahatan transnasional khususnya terorisme. Dalam menanggapi kasus serangan 11 September, pemerintah Australia mengalokasikan dana tambahan yang sangat signifikan yaitu sebesar A$ 96.000.000 selama lebih dari 4 tahun untuk Australia Secret Intelligence Service (ASIS), The Australian Security Intelligence Organization (ASIO), Office of National Assessments (ONA)[7] dan badan intelijen pertahanan dan sebagian besar dari alokasi dana tersebut dialokasikan ke ASIO, dengan anggaran sebesar A$ 65 juta dalam rentang waktu 2001 – 2002 ditambah A$ 48 juta untuk jangka waktu 4 tahun[8]. Pasca tragedi 11 September Australia sangat bergantung pada kekuatan intelijen sebagai elemen pertahanan negara, sehingga tidak mengherankan Australia mengeluarkan cukup banyak dana untuk membiayai dinas Intelijennya yang juga menunjukkan kekhawatiran yang sangat tinggi dari pemerintah Australia akan terorisme transnasional.

Isu terorisme transnasional yang sepertinya menjadi kekhawatiran adalah terorisme yang dilatarbelakangi oleh ekstremisme khususnya islam. Ekstremisme yang menjadi latar belakang terorisme transnasional dianggap menjadi ancaman utama dalam hal terorisme. Atas dasar itulah mengapa keterlibatan Australia dalam operasi yang diluncurkan oleh US cukup sering dilakukan. Yang paling terlihat dalah bagaimana keterlibatan Australia dalam perang di Irak pada tahun 2003 serta pada tahun 2001 dalam penerjunan pasukan ke Afghanistan pada era pemerintahan John Howard, yang menunjukkan keseriusannya dalam menghadapi isu terorisme transnasional dengan latar belakang ekstermisme agama. Pada tahun 2010 Australia juga terlibat dalam pengerahan pasukan ke Afghanistan dalam rangka pemberian pelatihan bagi Afghan National Army dan Afghan National Police.

Kesimpulannya adalah Australia sudah mengalami dan menghadapi isu terorisme sejak tahun 1978 ketika terjadi peristiwa pemboman di Sydney Hilton yang memiliki dampak politis yang cukup besar bagi pemerintahan Australia dimana setelah peristiwa tersebut pemerintah Australia memiliki kebijakan untuk memiliki satuan counter-terrorism yang setara dengan negara-negara yang sudah memiliki satuan antiteror seperti Inggris dan AS. Kemudian disamping itu pemerintah Australia juga menerapkan 3 level system untuk mengidentifikasi tingkat ancaman akan terorisme. Kemudian hal ini berkembang menjadi 4 level system dengan penambahan level extreme yang juga informasi status dapat diakses secara publik melalui situs nationalsecurity. Isu terorisme yang yang muncul secara masif secara global yaitu war on terrorism yang gencar di kampanyekan oleh Amerika turut mengubah arah kebijakan Australia. Konsep baru pun muncul untuk menangani ancaman terorisme yang dapat semakin maju yang dinamakan modern terrorism dan terorisme yang terjadi lintas negara atau transnasional. Pasca tragedi 11 September Australia mengucurkan dana yang cukup banyak bagi badan intelijen negaranya dan sejak itu Australia juga turut aktif berpartisipasi dalam operasi ke Afghanistan maupun Irak sebagai bagian dari antisipasi ancaman terorisme yang bersifat transnasional.

[1] “Transnational Terrorism: The Threat to Australia”, chttp://www.dfat.gov.au/publications/terrorism/chapter1.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012

[2] The Australian, “Hilton bomb induced anti-terror squad”, http://www.theaustralian.com.au/in-depth/cabinet-papers/hilton-bomb-induced-anti-terror-squad/story-fn4p96e3-1225815100331.  Diakses pada tanggal 21 Juni 2012

 

[3]http://www.nationalsecurity.gov.au/agd/WWW/NationalSecurity.nsf/Page/Information_for_Individuals_National_Security_Alert_System_National_Counter-Terrorism_Alert_System. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012

[4] Ibid.

[5] “National Terrorism Public Alert System”, http://www.safeguarding.qld.gov.au/nsarrangements/index.htm. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012

[6] “Transnational Terrorism: The Threat to Australia”, http://www.dfat.gov.au/publications/terrorism/chapter1.html

[7] ONA merupakan badan yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan dan analisis data mengenai perkembangan internasional berdasarkan informasi yang masuk melalui intelijen.

[8] Nicholas Grono, “Australia’s Response to TerrorismStrengthening the Global Intelligence Network”

https://www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csi-publications/csi-studies/studies/vol48no1/article03.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012

Leave a comment